
*Siorus Degei
Sejatinya Pengibaran Bintang Fajar pada tanggal satu Desember 2021 di GOR Jayapura oleh 8 orang mahasiswa yang mewakili seluruh Bangsa Papua itu bukan peristiwa luar biasa yang perlu mendapatkan tekanan luas dan besar dari instansi kepolisian dan kejaksaan,(https://regional.kompas.com/read/2021/12/02/182200978/kibarkan-bendera-bintang-kejora-di-sebelah-polda-papua-8-pemuda-di-jayapura, Selasa, 14-12-2021, Pukul. 23:15 WIT). Melainkan itu merupakan sebuah tradisi politik yang sakral di Papua. Sebab pasti setiap tahun ketika tanggal 1 Desember pasti BK/ Bintang Fajar akan selalu berkibar menghiasi persada Bumi Cendrawasih dan Nusantara. Hal ini juga terlihat dari mentalitas para pengibar saat itu, mereka tidak takut dan tergesa-gesa, mereka terlihat sangat santai dan enjoy, walaupun lokasi pengibaran BK ‘Bintang Kejora’ itu berdekatan dengan Markas Polda Papua, namun dengan penuh Demokratis aksis pengibaran dan Long March terealisasi, (https://indonews.id/artikel/321928/8-Pengibar-BK-Belum-Bisa-Dikenakan-Pasal-Makar/, Selasa, 14-12-2021, Pukul. 23:14 WIT). Mengapa 8 mahasiswa pengibar Bintang Fajar ditahan? Apa yang salah dengan tanggal 1 Desember? Apa yang salah dengan Bintang Fajar?Mengapa mereka dikenai sangsi Makar?
Akar persoalannya sebenarnya di sini ini, mengapa sebelum ada pelurusan sejarah, 8 mahasiswa sudah ditahan, sebab mereka bertindak berdasarkan asumsi kebenaran sejarah, bahwa tepat pada tanggal 1 Desember 1961 itu Kemerdekaan Papua telah terwujud melalui manifesto politik dan deklarasi Kemerdekaan Papua barat, (https://suarapapua.com/2019/11/29/manifesto-politik-papua-1-desember-1961/, Selasa, 14-12-2021, Pukul. 22:42 WIT). Jika pihak kepolisian dan kejaksaan merasa bahwa tindakan pengibaran Bintang Fajar itu sebuah kesalahan dan tindakan Makar, maka ujilah terlebih dahulu, apa legal standing tanggal 1 Desember 1961 itu kuat atau lemah di mata Hukum Internasional, apakah itu sebuah fakta atau fantasi belaka? Semestinya pelurusan sejarah inilah yang dikedepankan jika memang Negara ini sudah berumur 76 tahun. Sebab jika amanah Otonomi tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), Komnas HAM dan Pengadilan HAM sebagaimana diamanatkan dalam Bab XII Pasal 45 dan 46 ayat 2 UU No.21/2001, (https://dpr-papua.go.id/dpr-papua-dorong-perdasus-komisi-kebenaran-dan-rekonsiliasi-kkr-di-papua/, Selasa, 14-12-2021 WIT).
Jika KKR ini dibentuk dan distorsi sejarah Aneksasi 1962 dan Integrasi melalui PEPERA 1969 dibahas dan diluruskan, maka kita semua akan menemukan kebenaran objektifnya. Kebenaran sejarah itu akan terbukti dikalangan Internasional, dari situlah kita akan tahu apakah kegiatan mengibarkan Bintang Fajar itu legal atau ilegal di Papua berdasarkan Hukum Internasional. Selama pelurusan sejarah ini tidak didialogkan secara damai melalui komisi kebenaran dan rekonsiliasi untuk pelurusan sejarah Papua, maka pemerintah Indonesia akan tetap tergerus habis sumber dayanya hanya untuk memadamkan asap dan api, sementara sumber dari asap dan api itu tidak digubris. Hal ini pula yang ditegaskan oleh Koordinator Lembaga Bantuan Hukum Papua (LBH Papua) Sdr. Emanuel Gobai bahwa penetapan 8 mau sebagai tersangka dugaan Makar itu merupakan sebuah praduga, sebab Pemerintah memiliki kewajiban untuk membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk pelurusan sejarah Papua, (https://papua.tribunnews.com/2021/12/04/lbh-desak-pemerintah-indonesia-segera-bentuk-kkr-di-papua, Selasa, 14-12-2021, Pukul. 23:09 WIT).
Setiap Detik Bangsa Papua Kibarkan Bintang Fajar!
